Halo! Malam ini WM Entertainment akan mengumumkan juara WM Fanfiction Festival yang digelar beberapa hari yang lalu dalam rangka memperingati satu tahunnya WM Entertainment. Yuk, mari dibaca ff We Wish karya @elcxtra yang berhasil menjadi juara kedua!~ Selamat! :)
***
1.
Judul : We Wish ...
2.
Main Cast : WM Rookies Jeon Yoonwoo dan WM Trainee Yurika
3.
Support Cast : Yoon Hyeri (OC)
4.
Genre : Fancy, Angst, Drama
5.
Length : Song-Fiction
6.
Rating : PG-15
We Wish ...
Can’t we turn things back? Back to when we were happy
After I turned around and left, why am I struggling with our memories?
“Halo, Toko Sunflower di sini!” sapa Hyeri
riang. “Ada yang bisa saya bantu? ... Satu buket krisan putih? ... Alamatnya?
... Baiklah, pesanan Anda akan segera dikirim ... Ya, terima kasih kembali.”
Hyeri menutup telepon, lantas beralih pada gadis berapron biru yang sedang
sibuk menyirami bunga di samping toko.
“Yurika, bisakah kau ke mari
sebentar?” pintanya. Lalu, sambil menunggu kemunculan gadis berdarah campuran
tersebut, Hyeri mencatat beberapa hal penting yang disampaikan pembeli tadi di
telepon.
“Ya, Hyeri. Ada apa?” Yurika
muncul di hadapan Hyeri dengan senyum tipisnya.
“Ah, bisakah kau mengantarkan
bunga krisan ke alamat ini?” Hyeri menyerahkan nota kuning yang baru saja
disobeknya kepada Yurika.
“Eh?”
“Sebenarnya mengantar pesanan
pembeli adalah tugas Sowon, namun hari ini ia tidak masuk karena demam.
Sedangkan, Yoojung masih berada di luar. Tadi aku menyuruhnya membeli bibit.
Hanya kau yang tersisa di sini. Tidak apa ‘kan?”
“Um ... ya, tidak apa-apa. Aku
takut jika pesanan yang kuantar tidak sampai di tujuan tepat waktu. Kau tahu
‘kan, aku sering tersesat kalau pergi ke tempat baru.”
Hyeri menghela napas. Ia menimbang-nimbang sejenak. Ia bimbang
harus pergi mengantar bunga dan membiarkan Yurika berganti jaga di toko atau
tetap menyuruh Yurika pergi mengantar bunga ke alamat itu.
“Tidak. Kau akan tetap pergi.
Manfaatkan aplikasi peta di dalam ponselmu untuk menemukan alamat tersebut.
Jika kau masih tersesat, hubungi aku. Aku akan membantumu dari sini.”
“Kau bersungguh-sungguh?”
“Ya, tentu saja. Maaf, tapi aku
tidak bisa membiarkanmu menjaga toko selagi aku tak ada. Aku tahu persis
bagaimana dirimu, jadi ...”
“Baiklah, baiklah. Aku mengerti,
Yoon Hyeri,” sela Yurika sembari menyentuh bahu Hyeri. Ia tahu Hyeri khawatir
padanya sebab ia tidak terlalu baik menangani pembeli. Terlebih kejadian
beberapa waktu lalu, ketika toko bunga mereka dirampok, Yurika masih merasa
trauma.
Hyeri membuang napas perlahan,
“Syukurlah jika kau mengerti. Pesanan akan dikirim pukul tiga sore, jadi
sebaiknya kau bersiap-siap.”
“Oke.”
Yurika segera melepas apron biru
yang dikenakannya dan pergi menuju toilet untuk mengganti pakaian.
---
“Permisi, apakah ini Paradise Hall?”
Suara itu tertangkap pendengaran
Yoonwoo saat ia dan dua petugas sedang sibuk mengangkat peralatan yang akan diperlukan
dalam acara pernikahan, lantas ia menghentikan aktivitasnya, menyerahkan
tugasnya pada kedua petugas, dan membalikkan tubuhnya.
Yonwoo baru akan melontarkan
protes, namun ucapannya hanya sampai di kerongkongan tepat ketika dirinya
berhadapan denga sosok berbaju biru muda di depannya.
“Yurika?” ucapnya lirih.
Si pemilik nama yang sedang
membaca nota, mengangkat kepalanya. Ia tersentak dan tanpa sempat berkata-kata,
nota di tangannya jatuh menapak tanah.
Kedua pasang mata itu saling
bertemu. Ekspresi terkejut tak lepas dari wajah keduanya. Secara bersamaan,
degup jantung mereka berdetak lebih cepat. Salah satunya menahan napas dan yang
lainnya mendadak sesak napas. Mereka membeku dan tampaknya sang waktu juga
demikian.
---
Starlight Cafe, 22nd December
2015, 9.45 PM
Yurika menghela napas berat. Pandangannya tak lepas dari jendela di
sampingnya. Hampir muak memandangi hilir mudik penduduk Seoul yang selalu
tampak sibuk dan lalu lalang kendaraan yang tak pernah surut. Pada akhirnya, ia
menyerah setelah melihat arloji yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya.
“Kau bodoh, Yurika. Mengapa kau masih mempercayainya? Dia tidak akan
pernah datang,” racau Yurika lirih seraya menjambak rambutnya frustasi.
Ia berdiri dari tempat duduk, lalu beranjak meninggalkan kafe yang
telah sepi. Kafe tersebut akan tutup lima belas menit lagi dan Yurika telah mendekam di dalam sana selama
kurang lebih tiga jam. Betapa sabarnya gadis itu. Ia tidak sadar bahwa dirinya
telah dipermainkan untuk yang ke sekian kalinya.
Napas Yoonwoo menderu-deru. Ia membiarkan kancing mantelnya tak
terpasang dan berkibar-kibar di setiap derap langkah si pemuda sepanjang
menelusuri jalan menuju Starlight Cafe. Langkahnya berhenti saat ia menemukan
gadis berjaket merah jambu berdiri di depan pintu kafe. Entah sudah berapa lama
gadis itu berdiri di sana, wajahnya yang putih terlihat pucat dan ada semburat
merah di sekitar pipinya.
“Yurika!” Yoonwoo berseru seraya mendekatinya. “Sudah berapa lama kau
berdiri di sini? Lihatlah, wajahmu! Kau hampir membeku!” ujar Yonwoo sambi
mengguncang-guncang bahu Yurika. Namun gadis berambut pirang itu tak memberikan
respon apapun.
“Yurika, jawab aku!”
PLAK!
Satu tamparan mendarat mulus di pipi Yoonwoo. Ditatapnya pria itu
dengan mata nanar. Air mata yang selama ini dibendungnya, tumpah ruah. Yurika
tak mampu lagi menahannya. Lalu, pada detik berikutnya suara jeritan kepedihan
menghujam jantung Yoonwoo bertubi-tubi. Yurika
melampiaskan seluruh kekecewaannya pada Yoonwoo mulai dari kebiasaannya
berbohong sampai seberapa sering Yoonwoo ingkar janji.
“Apakah hanya aku yang bersungguh-sungguh di sini?” tanya Yurika. Bulir
air mata masih mengalir deras, membasahi kedua pipinya.
“Mau sampai kapan kau terus bermain-main? Mau sampai kapan kau
mempermainkanku seperti ini?!”
Untuk yang ke sekian kalinya, Yurika berteriak. Meluapkan segala rasa
sesak yang mencekik dirinya selama berbulan-bulan menjalin hubungan dengan
Yoonwoo.
“Yurika ... saat ini aku tidak berbohong padamu. Ibuku jatuh dari kamar
mandi dan tak sadarkan diri, jadi aku membawanya ke rumah sakit. Aku
menemaninya di sana dan baru menyadari bahwa aku memiliki janji denganmu.
Maafkan aku ... aku benar-benar tidak bermaksud untuk ingkar janji lagi,”
sekeras mungkin Yoonwoo memberikan penjelasan pada Yurika. Kedua matanya
memerah, menahan tangis. Setiap kali melihat Yurika menangis, hati Yoonwoo
terasa sakit, seperti disayat puluhan pisau tajam dan ia menyesal karena
kembali membuat gadis yang ia sayangi kembali menangis.
“Omong kosong! Kau pikir aku bisa dibodohi lagi? Kau pikir aku akan
percaya dengan cerita karanganmu?”
“Sungguh, aku tidak berbohong. Tolong percayalah padaku, ibuku
benar-benar sakit.”
“Tidak. Aku tidak bisa, lagi pula semua ini sudah berakhir.”
“Apa?”
“Kita berakhir di sini.”
---
I was a fool too
I didn’t know how hard it was for you
I was selfish and I didn’t understand you, sorry
I regret so much
Keheningan masih tetap terjaga
dengan ditemani semilir angin sore dan rumput-rumput yang menari. Sesekali
kepakan sayap burung gereja yang melintas, memeriahkan suasana di tempat itu.
Yoonwoo memberanikan diri melirik Yurika yang duduk berjarak sekitar setengah
meter darinya. Gadis itu tidak melakukan apa-apa, kecuali menatap lurus ke
depan. Lalu, kembali menatap udara yang bergerak di depannya.
Mulanya Yoonwoo ragu, namun
akhirnya ia membuka suara dan memecahkan keheningan yang telah lama menyelimuti
mereka.
“Bagaimana kabarmu?” tanya Yoonwoo
untuk pertama kali setelah perpisahan mereka.
Tak ada respon untuk beberapa
saat, lalu sebuah suara menyahut. “Aku baik-baik saja,” jawab Yurika kemudian.
Sesungguhnya ia ragu dengan jawaban yang diberikannya. Apakah benar ia
baik-baik saja setelah berpisah dari Yoonwo?
“Syukurlah. Aku senang mendengar
jika kau baik-baik saja.”
“Kau sendiri bagaimana?” Yurika
memberanikan diri menanyakan hal tentang Yoonwoo, mengingat selama ini ia
bersikap masa bodoh pada pria itu usai berpisah dengannya.
“Aku juga baik-baik saja.”
Pada kenyataannya tidak. Yoonwoo
tidak baik-baik saja tanpa Yurika.
“Syukurlah, aku juga senang
mendengarnya.” Yurika diam sesaat, lantas menarik napas dalam-dalam untuk
melanjutkan ucapannya,”Bagaimana dengan ibumu?”
Yoonwoo terkesiap. “Ibuku?”
Yurika mengangguk. “Apakah
keadaannya membaik setelah kejadian itu?”
“Maaf, kejadian mana yang kau
maksud?”
Yurika tak langsung menjawab. Ia
sibuk mengatur napasnya tak beraturan. “Yang kau bilang bahwa ibumu jatuh dari
kamar mandi.”
“Ah ... itu, ya ... untungnya
keadaan ibu berangsur membaik. Bahkan sekarang, ia tampak lebih sehat dan
bekerja dengan penuh semangat di kedai.”
“Syukurlah ....” Tanpa sadar air
mata Yurika jatuh.
Ia teringat tentag cerita Sowon
yang mengatakan bahwa ibu Yoonwoo memang dirawat di rumah sakit dan Yoonwoo
tidak berbohong, lantas menanyai Yurika mengapa ia tidak menjenguk ibu Yoonwoo.
Yurika mengatakan bahwa ia dan Yoonwoo telah berpisah. Lalu, Sowon mengatakan
bahwa tidak seharusnya Yurika bersikap seperti itu, bagaimanapun ibu Yoonwoo
sudah baik pada Yurika selama gadis itu berpacaran dengan Yoonwoo.
Ketika itu, Yurika bergeming.
Tidak tahu harus mengatakan apa. Ia merasa bersalah dan menyesali keputusannya.
---
I
just wanna go back to the past
If only that were possible
Tangan Yoonwoo merogoh kantong
celananya degan sigap, lantas memberikan sapu tangan biru laut pada Yurika
tanpa menoleh. Ia tidak ingin melihat Yurika menangis. Entah ini sebuah kutukan
atau apa, Yoonwoo merutuki dirinya sendiri dalam hati. Bagaimana bisa ia
membuat gadis yang masih disayanginya menangis padahal, ia tak lagi bersama
gadis itu? Benar-benar menjengkelkan.
“Terima kasih,” kata Yurika
menerima pemberian sapu tangan Yoonwoo. “Dan, maaf untuk apa yang telah
kulakukan padamu.”
Sentak Yoonwoo menoleh. “Apa
maksudmu?”
“Seharusnya aku mempercayaimu saat
itu dan tidak terbawa emosi. Aku benar-benar bodoh.”
“Tidak, itu bukan sepenuhnya
kesalahanmu karena aku juga bersalah. Seharusnya aku bersikap jujur dari awal kita
memulai hubungan dan tak mengingkari janji yang pernah kubuat. Maafkan aku
karena tak bisa menjadi kekasih yang baik untukmu.”
“Bukan begitu. Aku mengakui bahwa
kau adalah pria yang baik, Jeon Yoonwoo. Dari sekian banyak pria yang kukenal,
kaulah yang terbaik.”
“Hobi berbohong dan suka ingkar
janji, kau bilang aku pria yang baik?”
Yurika mengangguk yakin.
“Setidaknya kau telah berusaha keras menghapus kebiasaan burukmu dan harusnya
aku dapat melihatnya.”
“Begitu ya ...” Yonwoo membuang
napas perlahan, lalu tersenyum tipis. Ada sepercik rahasa bahagia ketika Yurika
mengungkapkan kalimat itu. “Sayangnya, semua telah berlalu dan apa yang telah
berlalu tidak bisa kembali lagi.”
“Benarkah?”
“Kurasa begitu. Padahal, aku
berharap kita bisa kembali ....”
“Mengapa kau berpikir tidak bisa
jika pada kenyataannya memang ... bisa?”
Dahi Yoonwoo mengerut, ditatapnya
Yurika dengan mata memicing. “Aku tidak mengerti maksud dari pertanyaanmu.”
Yurika mendengus. “Kau tidak
berubah. Lamban berpikir dan tidak peka.”
“Hei, aku tidak seperti itu!
Pertanyaanmu barusan memang membingungkan, aku tidak bisa memahaminya.”
“Sudahlah, meski kujelaskan, kau
juga tidak akan mengerti.”
“Hei, Yurika! Kau mau kemana?
Jelaskan padaku apa maksudnya! Hei, Yurika! Astaga!”
I wanna turn things back ...
Back to the happy days
I’ll make you twice as happy
I’ll make our memories reborn
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar