MONSTEEN - BACK 2 0

Senin, 04 Juli 2016

[ WMFF: 2ND WINNER ] - We Wish (@elcxtra)

Halo! Malam ini WM Entertainment akan mengumumkan juara WM Fanfiction Festival yang digelar beberapa hari yang lalu dalam rangka memperingati satu tahunnya WM Entertainment. Yuk, mari dibaca ff We Wish karya @elcxtra yang berhasil menjadi juara kedua!~ Selamat! :)

***





1.       Judul : We Wish ...
2.       Main Cast : WM Rookies Jeon Yoonwoo dan WM Trainee Yurika              
3.       Support Cast : Yoon Hyeri (OC)
4.       Genre : Fancy, Angst, Drama
5.       Length : Song-Fiction
6.       Rating : PG-15

We Wish ...

Can’t we turn things back? Back to when we were happy
After I turned around and left, why am I struggling with our memories?

 “Halo, Toko Sunflower di sini!” sapa Hyeri riang. “Ada yang bisa saya bantu? ... Satu buket krisan putih? ... Alamatnya? ... Baiklah, pesanan Anda akan segera dikirim ... Ya, terima kasih kembali.” Hyeri menutup telepon, lantas beralih pada gadis berapron biru yang sedang sibuk menyirami bunga di samping toko.
“Yurika, bisakah kau ke mari sebentar?” pintanya. Lalu, sambil menunggu kemunculan gadis berdarah campuran tersebut, Hyeri mencatat beberapa hal penting yang disampaikan pembeli tadi di telepon.
“Ya, Hyeri. Ada apa?” Yurika muncul di hadapan Hyeri dengan senyum tipisnya.
“Ah, bisakah kau mengantarkan bunga krisan ke alamat ini?” Hyeri menyerahkan nota kuning yang baru saja disobeknya kepada Yurika.
“Eh?”
“Sebenarnya mengantar pesanan pembeli adalah tugas Sowon, namun hari ini ia tidak masuk karena demam. Sedangkan, Yoojung masih berada di luar. Tadi aku menyuruhnya membeli bibit. Hanya kau yang tersisa di sini. Tidak apa ‘kan?”
“Um ... ya, tidak apa-apa. Aku takut jika pesanan yang kuantar tidak sampai di tujuan tepat waktu. Kau tahu ‘kan, aku sering tersesat kalau pergi ke tempat baru.”
Hyeri menghela napas.  Ia menimbang-nimbang sejenak. Ia bimbang harus pergi mengantar bunga dan membiarkan Yurika berganti jaga di toko atau tetap menyuruh Yurika pergi mengantar bunga ke alamat itu.
“Tidak. Kau akan tetap pergi. Manfaatkan aplikasi peta di dalam ponselmu untuk menemukan alamat tersebut. Jika kau masih tersesat, hubungi aku. Aku akan membantumu dari sini.”
“Kau bersungguh-sungguh?”
“Ya, tentu saja. Maaf, tapi aku tidak bisa membiarkanmu menjaga toko selagi aku tak ada. Aku tahu persis bagaimana dirimu, jadi ...”
“Baiklah, baiklah. Aku mengerti, Yoon Hyeri,” sela Yurika sembari menyentuh bahu Hyeri. Ia tahu Hyeri khawatir padanya sebab ia tidak terlalu baik menangani pembeli. Terlebih kejadian beberapa waktu lalu, ketika toko bunga mereka dirampok, Yurika masih merasa trauma.
Hyeri membuang napas perlahan, “Syukurlah jika kau mengerti. Pesanan akan dikirim pukul tiga sore, jadi sebaiknya kau bersiap-siap.”
“Oke.”
Yurika segera melepas apron biru yang dikenakannya dan pergi menuju toilet untuk mengganti pakaian.
---
 “Permisi, apakah ini Paradise Hall?”
Suara itu tertangkap pendengaran Yoonwoo saat ia dan dua petugas sedang sibuk mengangkat peralatan yang akan diperlukan dalam acara pernikahan, lantas ia menghentikan aktivitasnya, menyerahkan tugasnya pada kedua petugas, dan membalikkan tubuhnya.
Yonwoo baru akan melontarkan protes, namun ucapannya hanya sampai di kerongkongan tepat ketika dirinya berhadapan denga sosok berbaju biru muda di depannya.
“Yurika?” ucapnya lirih.
Si pemilik nama yang sedang membaca nota, mengangkat kepalanya. Ia tersentak dan tanpa sempat berkata-kata, nota di tangannya jatuh menapak tanah.
Kedua pasang mata itu saling bertemu. Ekspresi terkejut tak lepas dari wajah keduanya. Secara bersamaan, degup jantung mereka berdetak lebih cepat. Salah satunya menahan napas dan yang lainnya mendadak sesak napas. Mereka membeku dan tampaknya sang waktu juga demikian.
---
Starlight Cafe, 22nd December 2015, 9.45 PM
Yurika menghela napas berat. Pandangannya tak lepas dari jendela di sampingnya. Hampir muak memandangi hilir mudik penduduk Seoul yang selalu tampak sibuk dan lalu lalang kendaraan yang tak pernah surut. Pada akhirnya, ia menyerah setelah melihat arloji yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya.
“Kau bodoh, Yurika. Mengapa kau masih mempercayainya? Dia tidak akan pernah datang,” racau Yurika lirih seraya menjambak rambutnya frustasi.
Ia berdiri dari tempat duduk, lalu beranjak meninggalkan kafe yang telah sepi. Kafe tersebut akan tutup lima belas menit lagi  dan Yurika telah mendekam di dalam sana selama kurang lebih tiga jam. Betapa sabarnya gadis itu. Ia tidak sadar bahwa dirinya telah dipermainkan untuk yang ke sekian kalinya.
Napas Yoonwoo menderu-deru. Ia membiarkan kancing mantelnya tak terpasang dan berkibar-kibar di setiap derap langkah si pemuda sepanjang menelusuri jalan menuju Starlight Cafe. Langkahnya berhenti saat ia menemukan gadis berjaket merah jambu berdiri di depan pintu kafe. Entah sudah berapa lama gadis itu berdiri di sana, wajahnya yang putih terlihat pucat dan ada semburat merah di sekitar pipinya.
“Yurika!” Yoonwoo berseru seraya mendekatinya. “Sudah berapa lama kau berdiri di sini? Lihatlah, wajahmu! Kau hampir membeku!” ujar Yonwoo sambi mengguncang-guncang bahu Yurika. Namun gadis berambut pirang itu tak memberikan respon apapun.
“Yurika, jawab aku!”

PLAK!

Satu tamparan mendarat mulus di pipi Yoonwoo. Ditatapnya pria itu dengan mata nanar. Air mata yang selama ini dibendungnya, tumpah ruah. Yurika tak mampu lagi menahannya. Lalu, pada detik berikutnya suara jeritan kepedihan menghujam jantung Yoonwoo bertubi-tubi.  Yurika melampiaskan seluruh kekecewaannya pada Yoonwoo mulai dari kebiasaannya berbohong sampai seberapa sering Yoonwoo ingkar janji.
“Apakah hanya aku yang bersungguh-sungguh di sini?” tanya Yurika. Bulir air mata masih mengalir deras, membasahi kedua pipinya.
“Mau sampai kapan kau terus bermain-main? Mau sampai kapan kau mempermainkanku seperti ini?!”
Untuk yang ke sekian kalinya, Yurika berteriak. Meluapkan segala rasa sesak yang mencekik dirinya selama berbulan-bulan menjalin hubungan dengan Yoonwoo.
“Yurika ... saat ini aku tidak berbohong padamu. Ibuku jatuh dari kamar mandi dan tak sadarkan diri, jadi aku membawanya ke rumah sakit. Aku menemaninya di sana dan baru menyadari bahwa aku memiliki janji denganmu. Maafkan aku ... aku benar-benar tidak bermaksud untuk ingkar janji lagi,” sekeras mungkin Yoonwoo memberikan penjelasan pada Yurika. Kedua matanya memerah, menahan tangis. Setiap kali melihat Yurika menangis, hati Yoonwoo terasa sakit, seperti disayat puluhan pisau tajam dan ia menyesal karena kembali membuat gadis yang ia sayangi kembali menangis.
“Omong kosong! Kau pikir aku bisa dibodohi lagi? Kau pikir aku akan percaya dengan cerita karanganmu?”
“Sungguh, aku tidak berbohong. Tolong percayalah padaku, ibuku benar-benar sakit.”
“Tidak. Aku tidak bisa, lagi pula semua ini sudah berakhir.”
“Apa?”
“Kita berakhir di sini.”
---

I was a fool too
I didn’t know how hard it was for you
I was selfish and I didn’t understand you, sorry
I regret so much
  
Keheningan masih tetap terjaga dengan ditemani semilir angin sore dan rumput-rumput yang menari. Sesekali kepakan sayap burung gereja yang melintas, memeriahkan suasana di tempat itu. Yoonwoo memberanikan diri melirik Yurika yang duduk berjarak sekitar setengah meter darinya. Gadis itu tidak melakukan apa-apa, kecuali menatap lurus ke depan. Lalu, kembali menatap udara yang bergerak di depannya.
Mulanya Yoonwoo ragu, namun akhirnya ia membuka suara dan memecahkan keheningan yang telah lama menyelimuti mereka.
“Bagaimana kabarmu?” tanya Yoonwoo untuk pertama kali setelah perpisahan mereka.
Tak ada respon untuk beberapa saat, lalu sebuah suara menyahut. “Aku baik-baik saja,” jawab Yurika kemudian. Sesungguhnya ia ragu dengan jawaban yang diberikannya. Apakah benar ia baik-baik saja setelah berpisah dari Yoonwo?
“Syukurlah. Aku senang mendengar jika kau baik-baik saja.”
“Kau sendiri bagaimana?” Yurika memberanikan diri menanyakan hal tentang Yoonwoo, mengingat selama ini ia bersikap masa bodoh pada pria itu usai berpisah dengannya.
“Aku juga baik-baik saja.”
Pada kenyataannya tidak. Yoonwoo tidak baik-baik saja tanpa Yurika.
“Syukurlah, aku juga senang mendengarnya.” Yurika diam sesaat, lantas menarik napas dalam-dalam untuk melanjutkan ucapannya,”Bagaimana dengan ibumu?”
Yoonwoo terkesiap. “Ibuku?”
Yurika mengangguk. “Apakah keadaannya membaik setelah kejadian itu?”
“Maaf, kejadian mana yang kau maksud?”
Yurika tak langsung menjawab. Ia sibuk mengatur napasnya tak beraturan. “Yang kau bilang bahwa ibumu jatuh dari kamar mandi.”
“Ah ... itu, ya ... untungnya keadaan ibu berangsur membaik. Bahkan sekarang, ia tampak lebih sehat dan bekerja dengan penuh semangat di kedai.”
“Syukurlah ....” Tanpa sadar air mata Yurika jatuh.
Ia teringat tentag cerita Sowon yang mengatakan bahwa ibu Yoonwoo memang dirawat di rumah sakit dan Yoonwoo tidak berbohong, lantas menanyai Yurika mengapa ia tidak menjenguk ibu Yoonwoo. Yurika mengatakan bahwa ia dan Yoonwoo telah berpisah. Lalu, Sowon mengatakan bahwa tidak seharusnya Yurika bersikap seperti itu, bagaimanapun ibu Yoonwoo sudah baik pada Yurika selama gadis itu berpacaran dengan Yoonwoo.
Ketika itu, Yurika bergeming. Tidak tahu harus mengatakan apa. Ia merasa bersalah dan menyesali keputusannya.
---

I just wanna go back to the past
If only that were possible

Tangan Yoonwoo merogoh kantong celananya degan sigap, lantas memberikan sapu tangan biru laut pada Yurika tanpa menoleh. Ia tidak ingin melihat Yurika menangis. Entah ini sebuah kutukan atau apa, Yoonwoo merutuki dirinya sendiri dalam hati. Bagaimana bisa ia membuat gadis yang masih disayanginya menangis padahal, ia tak lagi bersama gadis itu? Benar-benar menjengkelkan.
“Terima kasih,” kata Yurika menerima pemberian sapu tangan Yoonwoo. “Dan, maaf untuk apa yang telah kulakukan padamu.”
Sentak Yoonwoo menoleh. “Apa maksudmu?”
“Seharusnya aku mempercayaimu saat itu dan tidak terbawa emosi. Aku benar-benar bodoh.”
“Tidak, itu bukan sepenuhnya kesalahanmu karena aku juga bersalah. Seharusnya aku bersikap jujur dari awal kita memulai hubungan dan tak mengingkari janji yang pernah kubuat. Maafkan aku karena tak bisa menjadi kekasih yang baik untukmu.”
“Bukan begitu. Aku mengakui bahwa kau adalah pria yang baik, Jeon Yoonwoo. Dari sekian banyak pria yang kukenal, kaulah yang terbaik.”
“Hobi berbohong dan suka ingkar janji, kau bilang aku pria yang baik?”
Yurika mengangguk yakin. “Setidaknya kau telah berusaha keras menghapus kebiasaan burukmu dan harusnya aku dapat melihatnya.”
“Begitu ya ...” Yonwoo membuang napas perlahan, lalu tersenyum tipis. Ada sepercik rahasa bahagia ketika Yurika mengungkapkan kalimat itu. “Sayangnya, semua telah berlalu dan apa yang telah berlalu tidak bisa kembali lagi.”
“Benarkah?”
“Kurasa begitu. Padahal, aku berharap kita bisa kembali ....”
“Mengapa kau berpikir tidak bisa jika pada kenyataannya memang ... bisa?”
Dahi Yoonwoo mengerut, ditatapnya Yurika dengan mata memicing. “Aku tidak mengerti maksud dari pertanyaanmu.”
Yurika mendengus. “Kau tidak berubah. Lamban berpikir dan tidak peka.”
“Hei, aku tidak seperti itu! Pertanyaanmu barusan memang membingungkan, aku tidak bisa memahaminya.”
“Sudahlah, meski kujelaskan, kau juga tidak akan mengerti.”
“Hei, Yurika! Kau mau kemana? Jelaskan padaku apa maksudnya! Hei, Yurika! Astaga!”

I wanna turn things back ...
Back to the happy days
I’ll make you twice as happy
I’ll make our memories reborn  


TAMAT

0 komentar:

Posting Komentar